Pontianak, Kalbar – Sebagai ibu kota Provinsi Kalbar sekaligus wilayah perdagangan dan jasa, tidak sedikit tantangan yang dihadapi Kota Pontianak khususnya pertumbuhan ekonomi. Citra baik yang didapat selama ini juga ditentukan dari banyak aspek, mulai dari pemerintahan maupun masyarakat.
Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono menilai perlunya penguatan branding Kota Pontianak agar meningkatkan daya tarik pengunjung, baik warga lokal hingga warga dari luar daerah. Tak menutup kemungkinan pelancong datang dari luar negeri, membuat Kota Pontianak terus mempercantik pesonanya, khususnya di sektor pariwisata.
“Tentunya untuk membangun itu perlu dipahami kondisi existing dari potensi yang ada, kita ketahui Kota Pontianak mempunyai branding yang kuat,” ungkapnya saat menyampaikan materi sebagai narasumber Seminar Arsitektur bertema ‘City Branding dalam Mendorong Kunjungan Wisata dan Perkembangan Kota’ yang digelar Fakultas Teknik (FT) Universitas Tanjungpura (Untan), di Aula FT Untan, Selasa (6/9).
Salah satu contoh ciri khas yang melekat pada branding Kota Pontianak adalah Tugu Khatulistiwa. Dia mengatakan, citra tersebut tidak terbentuk tanpa alasan, melainkan karena Kota Pontianak sebagai satu-satunya kota di dunia yang dilintasi secara langsung oleh garis Khatulistiwa.
“Di dunia ada beberapa yang dilintasi garis khatulistiwa, namun tidak tepat di tengah kota. Nah, Pontianak tepat di tengah kota. Jadi dari daerah manapun kalau melihat tugu itu, pasti sudah brandingnya Pontianak. Sama halnya jika kita lihat Monas pasti ingat Jakarta, kemudian Menara Eiffel pasti ingat Paris. Ini sudah terngiang dipikiran namun tinggal bagaimana kita memolesnya,” papar Edi.
Contoh lain yang merepresentasikan Kota Pontianak adalah Sungai Kapuas. Sungai terpanjang di Indonesia itu membentang di tengah pemukiman warga, menjadi sumber kehidupan. Dia mengatakan banyak potensi yang dapat digali dari kemewahan sungai itu. Meniru ucapan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Suharso Monoarfa, dia katakan adanya kemiripan Sungai Kapuas dengan Sungai Seine di Paris.
“Pak Suharso itu seorang akademisi, beliau kalau datang ke Pontianak selalu menginap di sekitar tepian Sungai Kapuas. Beliau bilang Sungai Kapuas mirip dengan Sungai Seine dan harapannya agar dimaksimalkan,” ucapnya.
Kemudian, terdapat aneka ragam potensi lainnya yang bisa didalami sebagai penguat branding di Kota Pontianak. Baik dari sisi alam, wisata hingga sosial, terangkum di kota yang akan berusia ke-251 pada 23 Oktober mendatang ini. Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak tengah berupaya mengoptimalkan pembangunan dengan memenuhi kebutuhan fisik sarana dan prasarana seperti pelebaran jalan, pembangunan Mal Pelayanan Publik, Duplikasi Jembatan Kapuas I, pembangunan trotoar hingga Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Kedepan, lanjut dia, setelah semua infrastruktur terpenuhi, pihaknya akan fokus kepada pembangunan berkelanjutan, di antaranya dengan meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM).
“Coba lihat bentuk sungai dengan jembatan, Istana Kadriah dan Masjid Jami’ bisa jadi branding padahal bangunan lama. Tapi yang baru juga kini jadi landmark, yaitu Masjid Mujahiddin,” terangnya.
Peran arsitek diakui Edi amat penting dalam mengembangkan ciri khas fisik suatu landmark. Dirinya berharap, melalui seminar tersebut muncul arsitek-arsitek asal Kota Pontianak yang mampu menemukan solusi bagi permasalahan Kota Pontianak, seperti genangan air dan tanah gambut.
“Dengan rendahnya dataran Kota Pontianak, tekstur tanahnya yang lembut, memerlukan biaya yang sangat tinggi khususnya pembangunan infrastruktur. Perlu dicari jenis konstruksi yang cocok. Jadi mahasiswa di sini harus memahami betul, kita boleh idealis tapi disesuaikan dengan kenyataan,” pungkasnya.